Minggu, 10 Juni 2012

Wisata Sejarah Kampar


  Candi Muara Takus Candi Muara Takus. Candi ini merupakan satu-satunya peninggalan sejarah Budha yang ada dibumi Riau, dibangun antara abad IV dan IX, sebagai bukti agama Budha pernah berkembang di kawasan ini. Candi ini berukuran 7 x 7 meter, dengan tinggi 14 meter, dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, bangunan candi ini bentuknya sangat mirip dengan bangunan candi Asyoka di India.
Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, berjarak sekitar 60 Km dari Ibukota Kabupaten dan 121 Km dari Ibukota Provinsi. Objek wisata ini merupakan objek wisata peninggalan sejarah yang berupa bangunan Candi yang terdiri dari Mahligai Stupa Candi Tua, Candi Bungsu, Pelangka dan tempat pembakaran tulang belulang manusia, yang merupakan pusat agama Budha dan pusat perdagangan dari kedatuan Sriwijaya.
Candi ini didirikan sebagai penghormatan terhadap seorang putri India yang datang ke negeri ini ia meninggal tenggelam di sungai Kampar. Daya tarik objek wisata ini adalah keindahan bangunan candi yang berusia ratusan tahun yang arsitekturnya mirip dengan bangunan pada masa Asyoka di India dan ada pula persamaannya dengan arsitektur dari Birma dan arsitektur Bihara Bahal di Padang Sidempuan.  Lingkungan alam sekitar candi masih asri dan alami meski sebagian sudah tergenang oleh waduk Koto Panjang.
Seorang tokoh Agama Budha Riau, Sidarta menceritakan Muara Takus termasuk sebagai candi terbesar dan dikenal sebagai situs umat Budha dunia yang menjadi referensi.
Hal ini diketahuinya tidak sekadar dari catatan sejarah, namun dari banyaknya ia mendampingi Rinpoce dari Tibet (sekelas Lama atau disebut titisan Biku melalui reinkarnasi yang bisa menikah), yang selalu ingin melaksanakan ritual ibadah di Candi Muara Takus.
''Tidak lengkap ilmu kalau tidak beribadah ke Candi Muara Takus. Pada zamannya dulu, begitulah pesan dari mahaguru yang diteruskan secara turun menurun.
     
  Istana Gunung Sahilan Kerajaan Gunung Sahilan. Bangunan Istana Gunung Sahilan ini dahulunya digunakan sebagai tempat tinggal raja dan sekarang digunakan sebagai tempat rapat ninik mamak menyelenggarakan upacara-upacara adat, termasuk acara tanggal 15 Ramadhan dan Idul Fitri. Juga merupakan tempat pertemuan Suku Melayu (Siompu Melayu Sejati) seperti suku Piliang, Domo, Petopang, Chaniago, Meliling, dll.
Di Istana ini masih tersimpan berbagai benda-benda pusaka kerajaan, seperti peralatan pesta raja, senjata, guci, perabot istana, dll. Bangunan yang ada sekarang diperkirakan dibangun (kembali) pada tahun 1940 sebagaimana yang tertera pada gerbang pintu masuk Istana Gunung Sahilan. Kerajaan Gunung Sahilan sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1224 (Raja Berdarah Putih) yang merupakan daerah rantau dari Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau – Sumatera Barat). Sampai akhir tahun 1970-an hubungan sosial antara penduduk sekitar Gunung Sahilan masih terjalin erat dengan penduduk sekitar Istana Pagaruyung (Batusangkar-Sumatera Barat).
     
  Museum Kendil Museum Kendil Kemilau Emas berlokasi di Desa Pulau Belimbing Kecamatan Bangkinang baru diresmikan pada tanggal 22 Mei 1988. Museum ini berbentuk rumah Adat Lima Koto Kampar yang dibangun sekitar tahun 1900 oleh almarhum Haji Hamid. Dalam museum ini tersimpan berbagai barang antik yang memiliki nilai sejarah seperti Barang tembikar, Alat Pertukangan, Alat Pertanian, Alat-alat penangkap ikan, alat-alat kesenian, Alat-alat pelaminan, Alat-alat perdagangan, Alat pesta dan lain-lain. Disamping alat-alat tersebut tersimpan pula dayung perahu dagang terbuat dari kayu yang sangat kuat berasal dari abad ke 18, serta sebuah kompas yang terbuat dari bambu yang dibuat oleh bangsa China karena angka-angka yang tertulis pada kompas tersebut ditulis dalam aksara China. Ada dua ratus lima puluh (250) macam barang antik koleksi musium Kandil Kemilau Emas yang semuanya merupakan koleksi warisan yang telah turun temurun sebagai barang pusaka.
     
  Rumah Lontiok Rumah Adat Lontiok. Rumah Asli Lontiok terletak di desa Sipungguk Kecamatan Bangkinang Barat yang berusia lebih dari 100 tahun, daya tariknya terletak pada arsitekturnya yang mencerminkan perpaduan budaya masyarakat Melayu Darat dengan budaya Islam. Rumah Lontiok yang di dusun Sipungguk merupakan rumah pribadi milik Datuk Khali yang merupakan salah seorang ninik mamak di Bangkinang Barat.
     
  Rumah Adat Suku Bendang Rumah Adat Kenegerian Bendang. Rumah adat kenegerian Bendang yang terletak di Desa Ranah Air Tiris Kecamatan Kampar sampai saat ini masih terpelihara dengan baik. Rumah adat suku Bendang merupakan salah satu rumah adat kebudayaan persukuan Bendang yang mencerminkan suku itu sebagai wadah persekutuan yang dapat mengikat anak kemenakan yang ada dalam suku itu menerapkan nilai dan norma sebagai salah satu ciri kebudayaan melayu Kabupaten Kampar. Dalam setiap suku di Kabupaten Kampar mempunyai perangkat pucuk adat yang diangkat oleh kemenakannya yang mempunyai sebutan Datuk. Dalam suku Bendang ini pucuk pimpinan sukunya bergelar Datuk Paduko Majo.
     
 
Makam Datuk Panglima Khatib, berada di Keamatan Kampar.
     
 
Makam Datuk Tabano, berada di Kecamatan Bangkinang Seberang.
     


Makam Rajo Darah Putih, berada di Kecamatan Gunung Sahilan.

   


Makam Sultan Adli Mahmud Syah, (Raja terakhir Kerajaan Kampar berasal dari Malaka), berada di Kecamatan Kampar Timur.

   


Makam Raja-Raja Kampar, berada di Desa Kuapan Kecamatan Tambang.


 


Makam Mahmud Marzuki, berada di Kecamatan Bangkinang.




Sumber:
Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar